Tuesday, October 28, 2014

gambar





LANSIA

4 Mitos Penuaan pada Pria

Dalam dunia yang mengagungkan pesona fisik dan awet muda, tidak aneh jika banyak orang takut menjadi tua. Orang tidak selalu takut akan keriput dan uban, namun mereka takut akan kehilangan tubuh, dan hasrat seksual, serta terjangkit berbagai masalah dan penyakit. Kenyataannya, banyak dari kondisi ini dapat menyerang pria muda juga. Berikut ini adalah empat hal yang disalah-artikan oleh pria ketika mengalami proses penuaan.
Impotensi
Meskipun disfungsi ereksi menjadi hal yang biasa, banyak pria masih berpikir bahwa ketidakmampuan mencapai ereksi (disebut juga impotensi) adalah masalah pria tua. Akan tetapi, impotensi sebenarnya sangat umum terjadi di antara pria yang lebih muda. Meskipun sering terjadi, banyak pria tidak memeriksakannya sehingga sering menjadi masalah karena disfungsi ereksi biasanya adalah gejala dari masalah yang utama seperti halnya penyakit jantung, merokok, kecanduan alkohol, makan makanan yang tidak sehat, dan obesitas juga meningkatkan risiko terkenanya impotensi tidak peduli berapapun usia Anda.
Demensia
Demensia dan penyakit Alzheimer, kadang disebut “penyakit veteran”, sangat umum terjadi pada lansia, namun dapat mulai terjadi pada pria yang lebih muda. Ini dikenal dengan penyakit Alzheimer serangan dini dan biasanya dimulai pada individu berusia 40 hingga 50 tahun. Belum ada penyebab pasti mengapa penyakit ini terjadi pada individu yang lebih muda, dan mendiagnosisnya pun tidaklah mudah. Jika ada riwayat penyakit Alzheimer di keluarga, pastikan Anda berkonsultasi dengan dokter spesialis saraf untuk melakukan pemeriksaan skrining.
Inkontinensia
Tidak bisa menahan BAK dan tidak sengaja mengeluarkan sedikit urine sebelum sampai di kamar mandi? Inilah yang disebut inkontinensia. Meskipun lebih sering terjadi pada pria yang lebih tua, inkontinesia juga dapat terjadi pada pria yang lebih muda, meskipun biasanya inkontonensia adalah gejala penyakit lain. Jika Anda mengalami inkontinensia, berkonsultasilah dengan dokter atau dokter spesialis urologi.
Rambut rontok
Rambut rontok tidak selalu menjadi tanda penuaan. Banyak pria mengalami rambut rontok di usia muda, sedangkan pria lainnya masih punya rambut panjang dan keriting di masa produktif mereka. Alopesia atau kebotakan lebih umum dikenal dengan rambut rontok, menjadi lebih sering terjadi pada pria, dan bisa terlihat pada usia yang lebih muda. Mengapa? Sebenarnya, terdapat banyak penyebab alopesia, seperti stres, diet, dan merokok, namun penyebab utamanya adalah faktor genetik. Jika Anda memiliki anggota keluarga berjenis kelamin pria yang punya rambut tipis, kemungkinan Anda akan mengalami hal yang sama. Masalah ini belum ada obatnya, namun ada terapi efektif yang tersedia di pasaran.
Sudah tahu ya bahwa tidak setiap penyakit adalah penyakit usia tua. Jika beberapa hal ini terjadi pada Anda, dan tidak yakin apa sebabnya, segera konsultasikan dengan dokter Anda.
Berlanggananlah dengan layanan Hello Doctor hari ini, dan Anda akan mendapatkan saran profesional kapan pun Anda butuhkan. Dokter kami ada untuk Anda NON-STOP dan siap menjawab semua panggilan Anda! Kunjungi situs web kami di http://www.hellodoctor.co.id untuk info lebih lanjut.
Artikel ini telah ditelaah dan disetujui oleh dr. Joyce Sopacua dari Hello Doctor Indonesia.

HKN KE-50

 SEHAT BANGSAKU SEHAT NEGERIKU

50 tahun HKN adalah ulang tahun emas pembangunan kesehatan Indonesia. Sebuah usia yang cukup mapan untuk kembali menilik kembali perjalanan pembangunan kesehatan selama setengah abad.
Momentum ini sebagai pengingat publik bahwa kesehatan harus bergerak dari wilayah kuratif ke arah Promotif Preventif.
Pemerintah, Kepala Daerah, Dunia usaha, organisasi kemasyarakatan juga di ajak untuk turut ambil bagian dari peringatan HKN dengan kegiatan yang mendukung pembangunan kesehatan
Masyarakat semakin mengerti arti penting Perilaku Hidup Bersih dan Sehat, menjaga kesehatan dengan bergaya hidup sehat, dan berhenti untuk menghisap rokok.

Sasaran 50 Tahun HKN


  • Para pengambil keputusan/ stakeholder / Pemerintah daerah
  • Petugas kesehatan
  • Lintas sektoral kementerian
  • Organisasi Masyarakat dan Dunia Usaha
  • Masyarakat Umum
  • Penggiat dunia maya

 

Awal Mula Dicanangkannya HKN

Menilik kembali ke belakang pada era 50-an, penyakit malaria merupakan penyakit rakyat yang terbanyak penderitanya dan berjangkit di seluruh Indonesia. Ratusan ribu jiwa tewas akibat malaria yang sebenarnya, melalui penyelidikan dan pengalaman penyakit malaria di Indonesia dapat dieliminasi. Oleh karena itu pemerintah melakukan usaha pembasmian malaria (malaria eradication) yang berarti melenyapkan malaria dari penjuru tanah air.
Untuk mencapai hal tersebut, pada tahun 1959 dibentulah Dinas Pembasmian Malaria yang pada bulan Januari 1963 dirubah menjadi Komando Operasi Pembasmian Malaria (KOPEM). Pembasmian malaria ditangani secara bersama oleh pemerintah, WHO, USAID dan direncanakan pada tahun 1970 malaria akan hilang dari bumi Indonesia.
Pembasmian malaria dilakukan dengan menggunakan obat baru yaitu DDT, dengan penyemprotan secara masal rumah-rumah di seluruh Jawa, Bali dan Lampung. Penyemprotan secara simbolis dilakukan oleh Bung Karno selaku Presiden RI pada tanggal 12 November 1959 di desa Kalasan, sekitar 10 km di sebelah timur kota Yogyakarta.
Selanjutnya, kegiatan tersebut dibarengi dengan kegiatan pendidikan atau penyuluhan kepada masyarakat. 5 tahun kemudian, kurang lebih 63 juta penduduk telah mendapat perlindungan dari penyakit malaria.
Peristiwa tersebut merupakan upacara simbolis penyemprotan nyamuk, yang diiringi dengan kegiatan pendidikan atau penyuluhan kepada masyarakat. Peristiwa itu kemudian dikenal sebagai Hari Kesehatan Nasional (HKN), yang setiap tahun terus menerus diperingati sampai sekarang. Sejak itu, HKN dijadikan momentum untuk melakukan pendidikan/ penyuluhan kesehatan kepada masyarakat.

PROMKES

Promosi kesehatan adalah ilmu dan seni membantu masyarakat menjadikan gaya hidup mereka sehat optimal. Kesehatan yang optimal didefinisikan sebagai keseimbangan kesehatan fisik, emosi, sosial, spiritual, dan intelektual. Ini bukan sekedar pengubahan gaya hidup saja, namun berkaitan dengan pengubahan lingkungan yang diharapkan dapat lebih mendukung dalam membuat keputusan yang sehat.
Pengubahan gaya hidup dapat difasilitasi melalui penggabunngan:
  1. menciptakan lingkungan yang mendukung,
  2. mengubah perilaku, dan
  3. meningkatkan kesadaran.
Dalam Konferensi Internasional Promosi Kesehatan I yang diadakan di Ottawa, Kanada, menghasilkan sebuah kesepakatan yang dikenal sebagai Piagam Ottawa. Dalam piagam ini tertera strategi dalam meningkatkan kontrol masyarakat terhadap kesehatan diri mereka sendiri.

Di wilayah Kecamatan Brondong, program ini dilaksanakan hampir di setiap pertemuan baik posyandu, penyuluhan kelompok, ataupun di paguyuban-paguyuban yang ada di wilayah Kecamatan Brondong, diantaranya paguyuban Kusta dan Paguyuban Diabetes.


Program promkes pada tahun 2014 ini cukup menarik perhatian masyarakat Brondong, selain materi penyuluhan dan teknik promosi yang disampaikan sangat membantu masyarakat, pihak Puskesmas juga menggandeng dokter intership yang sedang bertugas di wilayah Kecamatan Brondong, sehingga antusias masyarakat juga semakin besar.

KEBIJAKAN

Konsep Dasar Puskesmas

(Kepmenkes RI no: 128/menkes/sk/ii/2004)

 

  1. Pengertian
Puskesmas adalah unit pelaksana teknis dinas kesehatan kabupaten/kota yang bertanggungjawab menyelenggarakan pembangunan kesehatan di suatu wilayah kerja.
  1. Unit Pelaksana Teknis
Sebagai unit pelaksana teknis Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota (UPTD), puskesmas berperan menyelenggarakan sebagian dari tugas teknis operasional Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dan merupakan unit pelaksana tingkat pertama serta ujung tombak pembangunan kesehatan di Indonesia.
  1. Pembangunan Kesehatan
Pembangunan kesehatan adalah penyelenggaraan upaya kesehatan oleh bangsa Indonesia untuk meningkatkan kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud derajat kesehatan masyarakat yang optimal.
  1. Penanggungjawab Penyelenggaraan
Penanggungjawab utama penyelenggaraan seluruh upaya pembangunan kesehatan di wilayah kabupaten/kota adalah Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota, sedangkan puskesmas bertanggungjawab hanya sebagian upaya pembangunan kesehatan yang dibebankan oleh dinas kesehatan kabupaten/kota sesuai dengan kemampuannya.
  1. Wilayah Kerja
Secara nasional, standar wilayah kerja puskesmas adalah satu kecamatan, tetapi apabila di satu kecamatan terdapat lebih dari dari satu puskesmas, maka tanggungjawab wilayah kerja dibagi antar puskesmas, dengan memperhatikan keutuhan konsep wilayah (desa/kelurahan atau RW). Masing-masing puskesmas tersebut secara operasional bertanggungjawab langsung kepada Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota.
  1. Visi
Visi pembangunan kesehatan yang diselenggarakan oleh puskesmas adalah tercapainya Kecamatan Sehat menuju terwujudnya Indonesia Sehat. Kecamatan Sehat adalah gambaran masayarakat kecamatan masa depan yang ingin dicapai melalui pembangunan kesehatan, yakni masyarakat yang hidup dalam lingkungan dan berperilaku sehat, memiliki kemampuan untuk menjangkau pelayanan kesehatan yang bermutu secara adil dan merata serta memiliki derajat kesehatan yang setinggi-tingginya.
Indikator Kecamatan Sehat yang ingin dicapai mencakup 4 indikator utama yakni:
  1. Lingkungan sehat
  2. Perilaku sehat
  3. Cakupan pelayanan kesehatan yang bermutu
  4. Derajat kesehatan penduduk kecamatan
Rumusan visi untuk masing-masing puskesmas harus mengacu pada visi pembangunan kesehatan puskesmas di atas yakni terwujudnya Kecamatan Sehat, yang harus sesuai dengan situasi dan kondisi masyarakat serta wilayah kecamatan setempat.
  1. Misi
Misi pembangunan kesehatan yang diselenggarakan oleh puskesmas adalah mendukung tercapainya misi pembangunan kesehatan nasional. Misi tersebut adalah:
  1. Menggerakkan pembangunan berwawasan kesehatan di wilayah kerjanya.
Puskesmas akan selalu menggerakkan pembangunan sektor lain yang diselenggarakan di wilayah kerjanya, agar memperhatikan aspek kesehatan, yakni pembangunan yang tidak menimbulkan dampak negatif terhadap kesehatan, setidak-tidaknya terhadap lingkungan dan perilaku masyarakat.
  1. Mendorong kemandirian hidup sehat bagi keluarga dan masyarakat di wilayah kerjanya. Puskesmas akan selalu berupaya agar setiap keluarga dan masyarakat yang bertempat tinggal di wilayah kerjanya makin berdaya di bidang kesehatan, melalui peningkatan pengetahuan dan kemampuan menuju kemandirian untuk hidup sehat.
  2. Memelihara dan meningkatkan mutu, pemerataan dan keterjangkauan pelayanan kesehatan yang diselenggarakan. Puskesmas akan selalu berupaya menyelenggarakan pelayanan kesehatan yang sesuai dengan standar dan memuaskan masyarakat, mengupayakan pemerataan pelayanan kesehatan serta meningkatkan efisiensi pengelolaan dana sehingga dapat dijangkau oleh seluruh anggota masyarakat.
  3. Memelihara dan meningkatkan kesehatan perorangan, keluarga dan masyarakat berserta lingkungannya. Puskesmas akan selalu berupaya memelihara dan meningkatkan kesehatan, mencegah dan menyembuhkan penyakit, serta memulihkan kesehatan perorangan, keluarga dan masyarakat yang berkunjung dan yang bertempat tinggal di wilayah kerjanya, tanpa diskriminasi dan dengan menerapkan kemajuan ilmu dan teknologi kesehatan yang sesuai. Upaya pemeliharaan dan peningkatan kesehatan yang dilakukan puskesmas mencakup pula aspek lingkungan dari yang bersangkutan.
  1. Tujuan
Tujuan pembangunan kesehatan yang diselenggarkan oleh puskesmas adalah mendukung tercapainya tujuan pembangunan kesehatan nasional yakni meningkatkan kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang yang bertempat tinggal di wilayah kerja puskesmas agar terwujud derajat kesehatan yang setinggi-tingginya dalam rangka mewujudkan Indonesia Sehat 2010.
  1. Fungsi
    1. Pusat penggerak pembangunan berwawasan kesehatan.
Puskesmas selalu berupaya menggerakkan dan memantau penyelenggaraan pembangunan lintas sektor termasuk oleh masyarakat dan dunia usaha di wilayah kerjanya, sehingga berwawasan serta mendukung pembangunan kesehatan. Di samping itu puskesmas aktif memantau dan melaporkan dampak kesehatan dari penyelenggaraan setiap program pembangunan di wilayah kerjanya. Khusus untuk pembangunan kesehatan, upaya yang dilakukan puskesmas adalah mengutamakan pemeliharaan kesehatan dan pencegahan penyakit tanpa mengabaikan penyembuhan penyakit dan pemulihan kesehatan.
  1. Pusat pemberdayaan masyarakat.
Puskesmas selalu berupaya agar perorangan terutama pemuka masyarakat, keluarga dan masyarakat termasuk dunia usaha memiliki kesadaran, kemauan, dan kemampuan melayani diri sendiri dan masyarakat untuk hidup sehat, berperan aktif dalam memperjuangkan kepentingan kesehatan termasuk pembiayaannya, serta ikut menetapkan, menyelenggarakan dan memantau pelaksanaan program kesehatan. Pemberdayaan perorangan, keluarga dan masyarakat ini diselenggarakan dengan memperhatikan kondisi dan situasi, khususnya sosial budaya masyarakat setempat.
  1. Pusat pelayanan kesehatan strata pertama.
Puskesmas bertanggungjawab menyelenggarakan pelayanan kesehatan tingkat pertama secara menyeluruh, terpadu dan berkesinambungan. Pelayanan kesehatan tingkat pertama yang menjadi tanggungjawab puskesmas meliputi:
  1. Pelayanan kesehatan perorangan
Pelayanan kesehatan perorangan adalah pelayanan yang bersifat pribadi (private goods) dengan tujuan utama menyembuhkan penyakit dan pemulihan kesehatan perorangan, tanpa mengabaikan pemeliharaan kesehatan dan pencegahan penyakit.
Pelayanan perorangan tersebut adalah rawat jalan dan untuk puskesmas tertentu ditambah dengan rawat inap.
  1. Pelayanan kesehatan masyarakat
Pelayanan kesehatan masyarakat adalah pelayanan yang bersifat publik (public goods) dengan tujuan utama memelihara dan meningkatkan kesehatan serta mencegah penyakit tanpa mengabaikan penyembuhan penyakit dan pemulihan kesehatan.Pelayanan kesehatan masyarakat tersebut antara lain promosi kesehatan, pemberantasan penyakit, penyehatan lingkungan, perbaikan gizi, peningkatan kesehatan keluarga, keluarga berencana, kesehatan jiwa serta berbagai program kesehatan masyarakat lainnya.
  1. Kedudukan
Kedudukan Puskesmas dibedakan menurut keterkaitannya dengan Sistem Kesehatan Nasional, Sistem Kesehatan Kabupaten/Kota dan Sistem Pemerintah Daerah:
  1. Sistem Kesehatan Nasional
Kedudukan puskesmas dalam Sistem Kesehatan Nasional adalah sebagai sarana pelayanan kesehatan strata pertama yang bertanggungjawab menyelenggarakan upaya kesehatan perorangan dan upaya kesehatan masyarakat di wilayah kerjanya.
  1. Sistem Kesehatan Kabupaten/Kota
Kedudukan puskesmas dalam Sistem Kesehatan Kabupaten/Kota adalah sebagai Unit Pelaksana Teknis Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota yang bertanggungjawab menyelenggarakan sebagian tugas pembangunan kesehatan kabupaten/kota di wilayah kerjanya.
  1. Sistem Pemerintah Daerah
Kedudukan puskesmas dalam Sistem Pemerintah Daerah adalah sebagai Unit Pelaksana Teknis Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota yang merupakan unit struktural Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota bidang kesehatan di tingkat kecamatan.
  1. Antar Sarana Pelayanan Kesehatan Strata Pertama
Di wilayah kerja puskesmas terdapat berbagai organisasi pelayanan kesehatan strata pertama yang dikelola oleh lembaga masyarakat dan swasta seperti praktek dokter, praktek dokter gigi, praktek bidan, poliklinik dan balai kesehatan masyarakat. Kedudukan puskesmas di antara berbagai sarana pelayanan kesehatan strata pertama ini adalah sebagai mitra. Di wilayah kerja puskesmas terdapat pula berbagai bentuk upaya kesehatan berbasis dan bersumber daya masyarakat seperti posyandu, polindes, pos obat desa dan pos UKK. Kedudukan puskesmas di antara berbagai sarana pelayanan kesehatan berbasis dan bersumberdaya masyarakat adalah sebagai pembina.
  1. Organisasi
    1. Struktur Organisasi
Struktur organisasi puskesmas tergantung dari kegiatan dan beban tugas masing-masing puskesmas. Penyusunan struktur organisasi puskesmas di satu kabupaten/kota dilakukan oleh dinas kesehatan kabupaten/kota, sedangkan penetapannya dilakukan dengan Peraturan Daerah.
Sebagai acuan dapat dipergunakan pola struktur organisasi puskesmas sebagai berikut:
  1. Kepala Puskesmas
  2. Unit Tata Usaha yang bertanggungjawab membantu Kepala Puskesmas dalam pengelolaan:
  • Data dan informasi
  • Perencanaan dan penilaian
  • Keuangan
  • Umum dan pengawasan
  1. Unit Pelaksana Teknis Fungsional Puskesmas
  • Upaya kesehatn masyarakat, termasuk pembinaan terhadap UKBM
  • Upaya kesehatan perorangan
  1. Jaringan pelayanan puskesmas
  • Unit puskesmas pembantu
  • Unit puskesmas keliling
  • Unit bidan di desa/komunitas
  1. Kriteria Personalia
Kriteria personalia yang mengisi struktur organisasi puskesmas disesuaikan dengan tugas dan tanggungjawab masing-masing unit puskesmas. Khusus untuk Kepala Puskesmas kriteria tersebut dipersyaratkan harus seorang sarjana di bidang kesehatan yang kurikulum pendidikannya mencakup kesehatan masyarakat.
  1. Eselon Kepala Puskesmas
Kepala Puskesmas adalah penanggungjawab pembangunan kesehatan di tingkat kecamatan. Sesuai dengan tanggungjawab tersebut dan besarnya peran Kepala Puskesmas dalam penyelenggaraan pembangunan kesehatan di tingkat kecamatan, maka jabatan Kepala Puskesmas setingkat dengan eselon III-B.
Dalam keadaan tidak tersedia tenaga yang memenuhi syarat untuk menjabat jabatan eselon III-B, ditunjuk pejabat sementara yang sesuai dengan kriteria Kepala Puskesmas yakni seorang sarjana di bidang kesehatan kesehatan yang kurikulum pendidikannya mencakup bidang kesehatan masyarakat, dengan kewenangan yang setara dengan pejabat tetap.
  1. Tata Kerja
    1. Dengan Kantor Kecamatan
Dalam melaksanakan fungsinya, puskesmas berkoordinasi dengan kantor kecamatan melalui pertemuan berkala yang diselenggarakan di tingkat kecamatan. Koordinasi tersebut mencakup perencanaan, penggerakan pelaksanaan, pengawasan dan pengendalian serta penilaian. Dalam hal pelaksanaan fungsi penggalian sumber daya masyarakat oleh puskesmas, koordinasi dengan kantor kecamatan mencakup pula kegiatan fasilitasi.
  1. Dengan Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota
Puskesmas adalah unit pelaksana teknis Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota, dengan demikian secara teknis dan administratif, puskesmas bertanggungjawab kepada Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota. Sebaliknya Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota bertanggungjawab membina serta memberikan bantuan administratif dan teknis kepada puskesmas.
  1. Dengan Jaringan Pelayanan Kesehatan Strata Pertama
Sebagai mitra pelayanan kesehatan strata pertama yang dikelola oleh lembaga masyarakat dan swasta, puskesmas menjalin kerjasama termasuk penyelenggaraan rujukan dan memantau kegiatan yang diselenggarakan. Sedangkan sebagai pembina upaya kesehatan bersumberdaya masyarakat, puskesmas melaksanakan bimbingan teknis, pemberdayaan dan rujukan sesuai kebutuhan.
  1. Dengan Jaringan Pelayanan Kesehatan Rujukan
Dalam menyelenggarakan upaya kesehatan perorangan dan upaya kesehatan masyarakat, puskesmas menjalin kerjasama yang erat dengan berbagai pelayanan kesehatan rujukan. Untuk upaya kesehatan perorangan, jalinan kerjasama tersebut diselenggarakan dengan berbagai sarana pelayanan kesehatan perorangan seperti rumah sakit (kabupaten/kota) dan berbagai balai kesehatan masyarakat (balai pengobatan penyakit paru-paru, balai kesehatan mata masyarakat, balai kesehatan kerja masyarakat, balai kesehatan olahraga masyarakat, balai kesehatan jiwa masyarakat, balai kesehatan indra masyarakat). Sedangkan untuk upaya kesehatan masyarakat, jalinan kerjasama diselenggarakan dengan berbagai sarana pelayanan kesehatan masyarakat rujukan, seperti Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota, Balai Teknik Kesehatan Lingkungan, Balai Laboratorium Kesehatan serta berbagai balai kesehatan masyarakat. Kerjasama tersebut diselenggarakan melalui penerapan konsep rujukan yang menyeluruh dalam koordinasi Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota.
  1. Dengan Lintas Sektor
Tanggungjawab puskesmas sebagai unit pelaksana teknis adalah menyelenggarakan sebagian tugas pembangunan kesehatan yang dibebankan oleh Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota. Untuk mendapat hasil yang optimal, penyelenggaraan pembangunan kesehatan tersebut harus dapat dikoordinasikan dengan berbagai lintas sektor terkait yang ada di tingkat kecamatan. Diharapkan di satu pihak, penyelenggaraan pembangunan kesehatan di kecamatan tersebut mendapat dukungan dari berbagai sektor terkait, sedangkan di pihak lain pembangunan yang diselenggarakan oleh sektor lain di tingkat kecamatan berdampak positif terhadap kesehatan.
  1. Dengan Masyarakat
Sebagai penanggungjawab penyelenggaraan pembangunan kesehatan di wilayah kerjanya, puskesmas memerlukan dukungan aktif dari masyarakat sebagai objek dan subjek pembangunan. Dukungan aktif tersebut diwujudkan melalui pembentukan Badan Penyantun Puskesmas (BPP) yang menghimpun berbagai potensi masyarakat, seperti tokoh masyarakat, tokoh agama, LSM, orgasnisasi kemasyarakatan, serta dunia usaha.
BPP tersebut berperan sebagai mitra puskesmas dalam menyelenggarakan pembangunan kesehatan.
Badan Penyantun Puskesmas (BPP)
Pengertian:
Suatu organisasi yang menghimpun tokoh-tokoh masyarakat peduli kesehatan yang berperan sebagai mitra kerja puskesmas dalam menyelenggarakan upaya pembangunan kesehatan di wilayah kerja puskesmas.
Fungsi:
  1. Melayani pemenuhan kebutuhan penyelenggaraan pembangunan kesehatan oleh puskesmas (to serve)
  2. Memperjuangkan kepentingan kesehatan dan keberhasilan pembangunan kesehatan oleh puskesmas (to advocate)
  3. Melaksanakan tinjauan kritis dan memberikan masukan tentang kinerja puskesmas (to watch)
  • UPAYA PENYELENGGARAAN
Untuk tercapainya visi pembangunan kesehatan melalui puskesmas, yakni terwujudnya Kecamatan Sehat Menuju Indonesia Sehat, puskesmas bertanggungjawab menyelenggarakan upaya kesehatan perorangan dan upaya kesehatan masyarakat, yang keduanya jika ditinjau dari sistem kesehatan nasional merupakan pelayanan kesehatan tingkat pertama. Upaya kesehatan tersebut dikelompokkan menjadi dua yakni:
  • Upaya Kesehatan Wajib
Upaya kesehatan wajib puskesmas adalah upaya yang ditetapkan berdasarkan komitmen nasional, regional dan global serta yang mempunyai daya ungkit tinggi untuk peningkatan derajat kesehatan masyarakat. Upaya kesehatan wajib ini harus diselenggarakan oleh setiap puskesmas yang ada di wilayah Indonesia.
Upaya kesehatan wajib tersebut adalah:
  1. Upaya Promosi Kesehatan
  2. Upaya Kesehatan Lingkungan
  3. Upaya Kesehatan Ibu dan Anak serta Keluarga Berencana
  4. Upaya Perbaikan Gizi
  5. Upaya Pencegahan dan Pemberantasan Penyakit Menular
  6. Upaya Pengobatan
  • Upaya Kesehatan Pengembangan
Upaya kesehatan pengembangan puskesmas adalah upaya yang ditetapkan berdasarkan permasalahan kesehatan yang ditemukan di masyarakat serta yang disesuaikan dengan kemampuan puskesmas. Upaya kesehatan pengembangan dipilih dari daftar upaya kesehatan pokok puskesmas yang telah ada, yakni:
  1. Upaya Kesehatan Sekolah
  2. Upaya Kesehatan Olah Raga
  3. Upaya Perawatan Kesehatan Masyarakat
  4. Upaya Kesehatan Kerja
  5. Upaya Kesehatan Gigi dan Mulut
  6. Upaya Kesehatan Jiwa
  7. Upaya Kesehatan Mata
  8. Upaya Kesehatan Usia Lanjut
  9. Upaya Pembinaan Pengobatan Tradisional
Upaya laboratorium medis dan laboratorium kesehatan masyarakat serta upaya pencatatan dan pelaporan tidak termasuk pilihan karena ketiga upaya ini merupakan pelayanan penunjang dari setiap upaya wajib dan upaya pengembangan puskesmas.
Perawatan kesehatan masyarakat merupakan pelayanan penunjang, baik upaya kesehatan wajib maupun upaya kesehatan pengembangan. Apabila perawatan kesehatan masyarakat menjadi permasalahan spesifik di daerah tersebut, maka dapat dijadikan sebagai salah satu upaya kesehatan pengembangan.
Upaya kesehatan pengembangan puskesmas dapat pula bersifat upaya inovasi, yakni upaya lain di luar upaya puskesmas tersebut di atas yang sesuai dengan kebutuhan. Pengembangan dan pelaksanaan upaya inovasi ini adalah dalam rangka mempercepat tercapainya visi puskesmas.
Pemilihan upaya kesehatan pengembangan ini dilakukan oleh puskesmas bersama Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dengan mempertimbangkan masukan dari BPP. Upaya kesehatan pengembangan dilakukan apabila upaya kesehatan wajib puskesmas telah terlaksana secara optimal, dalam arti target cakupan serta peningkatan mutu pelayanan telah tercapai. Penetapan upaya kesehatan pengembangan pilihan puskesmas ini dilakukan oleh Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota. Dalam keadaan tertentu, upaya kesehatan pengembangan puskesmas dapat pula ditetapkan sebagai penugasan oleh Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota.
Apabila puskesmas belum mampu menyelenggarakan upaya kesehatan pengembangan, padahal menjadi kebutuhan masyarakat, maka Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota bertanggunjawab dan wajib menyelenggarakannya. Untuk itu Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota perlu dilengkapi dengan berbagai unit fungsional lainnya.
Dalam keadaan tertentu, masyarakat membutuhkan pula pelayanan rawat inap. Untuk ini di puskesmas dapat dikembangkan pelayanan rawat inap tersebut, yang dalam pelaksanaannya harus memperhatikan berbagai persyaratan tenaga, sarana dan prasarana sesuai standar yang telah ditetapkan.
Lebih lanjut, di beberapa daerah tertentu telah muncul pula kebutuhan masyarakat terhadap pelayanan medik spesialistik. Dalam keadaan ini, apabila ada kemampuan, di puskesmas dapat dikembangkan pelayanan medik spesialistik tersebut, baik dalam bentuk rawat jalan maupun rawat inap. Keberadaan pelayanan medik spesialistik di puskesmas hanya dalam rangka mendekatkan pelayanan rujukan kepada masyarakat yang membutuhkan. Status dokter dan atau tenaga spesialis yang bekerja di puskesmas dapat sebagai tenaga konsulen atau tenaga tetap fungsional puskesmas yang diatur oleh Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota setempat.
Perlu diingat meskipun puskesmas menyelenggarakan pelayanan medik spesialistik dan memiliki tenaga medis spesialis, kedudukan dan fungsi puskesmas tetap sebagai sarana pelayanan kesehatan tingkat pertama yang bertanggungjawab menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan dan pelayaan kesehatan masyarakat di wilayah kerjanya.
  1. AZAS PENYELENGGARAAN
Penyelenggaraan upaya kesehatan wajib dan upaya kesehatan pengembangan harus menerapkan azas penyelenggaraan puskesmas secara terpadu. Azas penyelenggaraan puskesmas tersebut dikembangkan dari ketiga fungsi puskesmas. Dasar pemikirannya adalah pentingnya menerapkan prinsip dasar dari setiap fungsi puskesmas dalam menyelenggarakan setiap upaya puskesmas, baik upaya kesehatan wajib maupun upaya kesehatan pengembangan. Azas penyelenggaraan puskesmas yang dimaksud adalah:
  1. Azas pertanggungjawaban wilayah
Azas penyelenggaraan puskesmas yang pertama adalah pertanggungjawaban wilayah.
Dalam arti puskesmas bertanggungjawab meningkatkan derajat kesehatan masyarakat yang bertempat tinggal di wilayah kerjanya. Untuk ini puskesmas harus melaksanakan berbagai kegiatan, antara lain sebagai berikut:
  1. Menggerakkan pembangunan berbagai sektor tingkat kecamatan, sehingga berwawasan kesehatan
  2. Memantau dampak berbagai upaya pembangunan terhadap kesehatan masyarakat di wilayah kerjanya
  3. Membina setiap upaya kesehatan strata pertama yang diselenggarakan oleh masyarakat dan dunia usaha di wilayah kerjanya
  4. Menyelenggarakan upaya kesehatan strata pertama (primer) secara merata dan terjangkau di wilayah kerjanya.
Diselenggarakannya upaya kesehatan strata pertama oleh puskesmas pembantu, puskesmas keliling, bidan di desa serta berbagai upaya kesehatan di luar gedung puskesmas lainnya (outreach activities) pada dasarnya merupakan realisasi dari pelaksanaan azas pertanggungjawaban wilayah.
  1. Azas pemberdayaan masyarakat
Azas penyelenggaraan puskesmas yang kedua adalah pemberdayaan masyarakat. Dalam arti puskesmas wajib memberdayakan perorangan, keluarga dan masyarakat, agar berperan aktif dalam penyelenggaraan setiap upaya puskesmas. Untuk ini, berbagai potensi masyarakat perlu dihimpun melalui pembentukkan Badan Penyantun Puskesmas (BPP). Beberapa kegiatan yang harus dilaksanakan oleh puskesmas dalam rangka pemberdayaan masyarakat antara lain:
  • Upaya kesehatan ibu dan anak: posyandu, polindes, Bina Keluarga Balita (BKB)
  • Upaya pengobatan: posyandu, Pos Obat Desa (POD)
  • Upaya perbaikan gizi: posyandu, panti pemulihan gizi, Keluarga Sadar Gizi (Kadarzi)
  • Upaya kesehatan sekolah: dokter kecil, penyertaan guru dan orang tua/wali murid, Saka Bakti Husada (SBH), Pos Kesehatan Pesantren (Poskestren)
  • Upaya kesehatan lingkungan: Kelompok Pemakai Air (Pokmair), Desa Percontohan Kesehatan Lingkungan (DPKL)
  • Upaya kesehatan usia lanjut: posyandu usila, panti wreda
  • Upaya kesehatan kerja: Pos Upaya Kesehatan Kerja (Pos UKK)
  • Upaya kesehatan jiwa: posyandu, Tim Pelaksana Kesehatan Jiwa Masyarakat (TPKJM)
  • Upaya pembinaan pengobatan tradisional: Taman Obat Keluarga (TOGA), Pembinaan Pengobat Tradisional (Battra)
  • Upaya pembiayaan dan jaminan kesehatan (inovatif): dana sehat, Tabungan Ibu Bersalin (Tabulin), mobilisasi dana keagamaan
  1. Azas keterpaduan
Azas penyelenggaraan puksesmas yang ketiga adalah keterpaduan. Untuk mengatasi keterbatasan sumberdaya serta diperolehnya hasil yang optimal, penyelenggaraan setiap upaya puskesmas harus diselenggarakan secara terpadu, jika mungkin sejak dari tahap perencanaan. Ada dua macam keterpaduan yang perlu diperhatikan, yakni:
  1. Keterpaduan lintas program
Keterpaduan lintas program adalah upaya memadukan penyelenggaraan berbagai upaya kesehatan yang menjadi tanggungjawab puskesmas. Contoh keterpaduan lintas program antara lain:
  • Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS): keterpaduan KIA dengan P2M, gizi, promosi kesehatan, pengobatan
  • Upaya Kesehatan Sekolah (UKS): keterpaduan kesehatan lingkungan dengan promosi kesehatan, pengobatan, kesehatan gigi, kesehatan reproduksi remaja dan kesehatan jiwa
  • Puskesmas keliling: keterpaduan pengobatan dengan KIA/KB, gizi, promosi kesehatan, kesehatan gigi
  • Posyandu: keterpaduan KIA dengan KB, gizi P2M, kesehatan jiwa, promosi kesehatan
  1. Keterpaduan lintas sektor
Keterpaduan lintas sektor adalah upaya memadukan penyelenggaraan upaya puskesmas (wajib, pengembangan dan inovasi) dengan berbagai program dari sektor terkait tingkat kecamatan, termasuk organisasi kemasyarakatan dan dunia usaha.
Contoh keterpaduan lintas sektor antara lain:
  1. Upaya Kesehatan Sekolah: keterpaduan sektor kesehatan dengan camat, lurah/kepala desa, pendidikan, agama
  2. Upaya promosi kesehatan: keterpaduan sektor kesehatan dengan camat, lurah/kepala desa, pendidikan, agama, pertanian
  3. Upaya kesehatan ibu dan anak: keterpaduan sektor kesehatan dengan camat, lurah/kepala desa, organisasi profesi, organisasi kemasyarakatan, PKK, PLKB
  4. Upaya perbaikan gizi: keterpaduan sektor kesehatan dengan camat, lurah/kepala desa, pertanian, pendidikan, agama, koperasi, dunia usaha, PKK, PLKB
  5. Upaya pembiayaan dan jaminan kesehatan: keterpaduan sektor kesehatan dengan camat, lurah/kepala desa, tenaga kerja, koperasi, dunia usaha, organisasi kemasyarakatan
  6. Upaya kesehatan kerja: keterpaduan sektor kesehatan dengan camat, lurah/kepala desa, tenaga kerja, dunia usaha.
  1. Azas rujukan
Azas penyelenggaraan puskesmas yang keempat adalah rujukan. Sebagai sarana pelayanan kesehatan tingkat pertama, kemampuan yang dimiliki oleh puskesmas terbatas.
Padahal puskesmas berhadapan langsung dengan masyarakat dengan berbagai permasalahan kesehatannya. Untuk membantu puskesmas menyelesaikan berbagai masalah kesehatan tersebut dan juga untuk meningkatkan efisiensi, maka penyelenggaraan setiap upaya puskesmas (wajib, pengembangan dan inovasi) harus ditopang oleh azas rujukan.
Rujukan adalah pelimpahan wewenang dan tanggungjawab atas kasus penyakit atau masalah kesehatan yang diselenggarakan secara timbal balik, baik secara vertikal dalam arti satu strata sarana pelayanan kesehatan ke strata sarana pelayanan kesehatan lainnya, maupun secara horisontal dalam arti antar sarana pelayanan kesehatan yang sama.
Sesuai dengan jenis upaya kesehatan yang diselenggarakan oleh puskesmas ada dua macam rujukan yang dikenal, yakni:
  1. Rujukan upaya kesehatan perorangan
Cakupan rujukan pelayanan kesehatan perorangan adalah kasus penyakit. Apabila suatu puskesmas tidak mampu menanggulangi satu kasus penyakit tertentu, maka puskesmas tersebut wajib merujuknya ke sarana pelayanan kesehatan yang lebih mampu (baik horisontal maupun vertikal). Sebaliknya pasien paska rawat inap yang hanya memerlukan rawat jalan sederhana, dirujuk ke puskesmas.
Rujukan upaya kesehatan perorangan dibedakan atas tiga macam:
  1. Rujukan kasus keperluan diagnostik, pengobatan, tindakan medik (biasanya operasi) dan lain-lain.
  2. Rujukan bahan pemeriksaan (spesimen) untuk pemeriksaan laboratorium yang lebih lengkap.
  3. Rujukan ilmu pengetahuan antara lain mendatangkan tenaga yang lebih kompeten untuk melakukan bimbingan kepada tenaga puskesmas dan ataupun menyelenggarakan pelayanan medik di puskesmas.
  • Rujukan upaya kesehatan masyarakat
Cakupan rujukan pelayanan kesehatan masyarakat adalah masalah kesehatan masyarakat, misalnya kejadian luar biasa, pencemaran lingkungan, dan bencana. Rujukan pelayanan kesehatan masyarakat juga dilakukan apabila satu puskesmas tidak mampu menyelenggarakan upaya kesehatan masyarakat wajib dan pengembangan, padahal upaya kesehatan masyarakat tersebut telah menjadi kebutuhan masyarakat. Apabila suatu puskesmas tidak mampu menanggulangi masalah kesehatan masyarakat, maka puskesmas tersebut wajib merujuknya ke Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota.
Rujukan upaya kesehatan masyarakat dibedakan atas tiga macam:
  1. Rujukan sarana dan logistik, antara lain peminjaman peralatan fogging, peminjaman alat laboratorium kesehatan, peminjaman alat audio visual, bantuan obat, vaksin, bahan-bahan habis pakai dan bahan makanan.
  2. Rujukan tenaga antara lain dukungan tenaga ahli untuk penyelidikan kejadian luar biasa, bantuan penyelesaian masalah hukum kesehatan, penanggulangan gangguan kesehatan karena bencana alam.
  3. Rujukan operasional, yakni menyerahkan sepenuhnya masalah kesehatan masyarakat dan tanggungjawab penyelesaian masalah kesehatan masyarakat dan atau penyelenggaraan upaya kesehatan masyarakat (antara lain Upaya Kesehatan Sekolah, Upaya Kesehatan Kerja, Upaya Kesehatan Jiwa, pemeriksaan contoh air bersih) kepada Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota. Rujukan operasional diselenggarakan apabila puskesmas tidak mampu.
  1. PEMBIAYAAN
Untuk terselenggaranya berbagai upaya kesehatan perorangan dan upaya kesehatan masyarakat yang menjadi tanggungjawab puskesmas, perlu ditunjang dengan tersedianya pembiayaan yang cukup. Pada saat ini ada beberapa sumber pembiayaan puskesmas, yakni:
  1. Pemerintah
Sesuai dengan azas desentralisasi, sumber pembiayaan yang berasal dari pemerintah terutama adalah pemerintah kabupaten/kota. Di samping itu puskesmas masih menerima dana yang berasal dari pemerintah provinsi dan pemerintah pusat. Dana yang disediakan oleh pemerintah dibedakan atas dua macam, yakni:
  1. Dana anggaran pembangunan yang mencakup dana pembangunan gedung, pengadaan peralatan serta pengadaan obat.
  2. Dana anggaran rutin yang mencakup gaji karyawan, pemeliharaan gedung dan peralatan, pembelian barang habis pakai serta biaya operasional.
Setiap tahun kedua anggaran tersebut disusun oleh Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota untuk diajukan dalam Daftar Usulan Kegiatan ke pemerintah kabupaten/kota untuk seterusnya dibahas bersana DPRD kabupaten/kota. Puskesmas diberikan kesempatan mengajukan kebutuhan untuk kedua anggaran tersebut melalui Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota.
Anggaran yang telah disetujui yang tercantum dalam dokumen keuangan diturunkan secara bertahap ke puskesmas melalui Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota. Untuk beberapa mata anggaran tertentu, misalnya pengadaan obat dan pembangunan gedung serta pengadaan alat, anggaran tersebut dikelola langsung olen Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota atau oleh pemerintah kabupaten/kota.
Penanggungjawab penggunaan anggaran yang diterima puskesmas adalah kepala puskesmas, sedangkan administrasi keuangan dilakukan oleh pemegang keuangan puskesmas yakni seorang staf yang ditetapkan oleh Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota atas usulan kepala puskesmas. Penggunaan dana sesuai dengan usulan kegiatan yang telah disetujui dengan memperhatikan berbagai ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
  1. Pendapatan puskesmas
Sesuai dengan kebijakan pemerintah, masyarakat dikenakan kewajiban membiayai upaya kesehatan perorangan yang dimanfaatkannya, yang besarnya ditentukan oleh pemerintah daerah masing-masing (retribusi). Pada saat ini ada beberapa kebijakan yang terkait dengan pemanfaatan dana yang diperoleh dari penyelenggraan upaya kesehatan perorangan ini, yakni:
  1. Seluruhnya disetor ke Kas Daerah
Untuk ini secara berkala puskesmas menyetor langsung seluruh dana retribusi yang diterima ke kas daerah melalui Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota
  1. Sebagian dimanfaatkan secara langsung oleh puskesmas Beberapa daerah tertentu membenarkan puskesmas menggunakan sebagian dari dana yang diperoleh dari penyelenggaraan upaya kesehatan perorangan, yang lazimnya berkisar antara 25 – 50% dari total dana retribusi yang diterima. Penggunaan dana hanya dibenarkan untuk membiayai kegiatan operasional puskesmas. Penggunaan dana tersebut secara berkala dipertanggungjawabkan oleh puskesmas ke pemerintah daerah melalui Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota.
  2. Seluruhnya dimanfaatkan secara langsung oleh puskesmas
Beberapa daerah tertentu lainnya membenarkan puskesmas menggunakan seluruh dana yang diperolehnya dari penyelenggaraan upaya kesehatan perorangan untuk membiayai kegiatan operasional puskesmas. Dahulu puskesmas yang menerapkan model pemanfaatan dana seperti ini disebut puskesmas swadana. Pada saat ini sesuai dengan kebijakan dasar puskesmas yang juga harus menyelenggarakan upaya kesehatan masyarakat yang dananya ditanggung oleh pemerintah, diubah menjadi puskesmas swakelola. Dengan perkataan lain puskesmas tidak mungkin sepenuhnya menjadi swadana. Pemerintah tetap berkewajiban menyediakan dana yakni untuk membiayai upaya kesehatan masyarakat yang memang menjadi tanggungjawab pemerintah.
  1. Sumber lain
Pada saat ini puskesmas juga menerima dana dari beberapa sumber lain seperti:
  1. PT ASKES yang peruntukkannya sebagai imbal jasa pelayanan yang diberikan kepada para peserta ASKES. Dana tersebut dibagikan kepada para pelaksana sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
  2. PT (Persero) Jamsostek yang peruntukannya juga sebagai imbal jasa pelayanan kesehatan yang diberikan kepada peserta Jamsostek. Dana tersebut juga dibagikan kepada para pelaksana sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
  3. JPSBK/PKPSBBM : Untuk membantu masyarakat miskin, pemerintah mengeluarkan dana secara langsung ke puskesmas. Pengelolaan dana ini mengacu pada pedoman yang telah ditetapkan.
Apabila sistem Jaminan Kesehatan Nasional telah berlaku, akan terjadi perubahan pada sistem pembiayaan puskesmas. Sesuai dengan konsep yang telah disusun, direncanakan pada masa yang akan datang pemerintah hanya bertanggungjawab untuk membiayai upaya kesehatan masyarakat, sedangkan untuk upaya kesehatan perorangan dibiayai melalui sistem Jaminan Kesehatan Nasional, kecuali untuk penduduk miskin yang tetap ditanggung oleh pemerintah dalam bentuk pembayaran premi. Dalam keadaan seperti ini, apabila puskesmas tetap diberikan kesempatan menyelenggarakan upaya kesehatan perorangan, maka puskesmas akan menerima pembayaran dalam bentuk kapitasi dari Badan Penyelenggara Jaminan Kesehatan Nasional. Untuk itu puskesmas harus dapat mengelola dana kapitasi tersebut sebaik-baiknya, sehingga di satu pihak dapat memenuhi kebutuhan peserta Jaminan Kesehatan Nasional dan di pihak lain tetap memberikan keuntungan bagi puskesmas. Tetapi apabila puskesmas hanya bertanggungjawab menyelenggarakan upaya kesehatan masyarakat, maka puskesmas hanya akan menerima dan mengelola dana yang berasal dari pemerintah.

DASAR HUKUM

Dasar Hukum 

1. Undang Undang Kesehatan Nomor 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan. Download File, Klik Disini

2. Undang Undang Nomor 25 Tahun 2009 Tentang Pelayanan Publik.Download File, Klik Disini

3. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 128/Menkes/SK/II/2004 tentang Kebijakan Dasar 
    Puskesmas Download File, Klik Disini


4. Peraturan Daerah Kabupaten Lamongan Nomor 03 Tahun 2008 Tentang Organisasi Dan Tata Kerja Dinas Daerah Kabupaten Lamongan.Download File, Klik Disini


Sunday, October 12, 2014

DEFINISI PHBS

PHBS di Institusi Kesehatan adalah upaya untuk memberdayakan pasien, masyarakat pengunjung dan petugas agar tahu, mau dan mampu untuk mempraktikkan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat dan berperan aktif dalam mewujudkan Institusi Kesehatan Sehat dan mencegah penularan penyakit di institusi kesehatan.
Ada beberapa indikator yang dipakai sebagai ukuran untuk menilai PHBS di Institusi Kesehatan yaitu :
1. Menggunakan air bersih
2. Menggunakan Jamban
3. Membuang sampah pada tempatnya
4. Tidak merokok di institusi kesehatan
5. Tidak meludah sembarangan
6. Memberantas jentik nyamuk

PHBS Di Institusi Kesehatan
Institusi Kesehatan adalah sarana yang diselenggarakan oleh pemerintah/swasta, atau perorangan yang digunakan untuk kegiatan pelayanan kesehatan bagi masyarakat seperti rumah sakit, Puskesmas dan klinik swasta.
Lalu lalang berkumpulnya orang sakit dan sehat di institusi kesehatan dapat menjadi sumber penularan penyakit bagi pasien, petugas kesehatan maupun pengunjung.
Terjadinya infeksi oleh bakteri atau virus yang ada di institusi kesehatan, penularan penyakit dari penderita yang dirawat di institusi kesehatan kepada penderita lain atau petugas di institusi kesehatan ini disebut dengan Infeksi Nosokomial.
Infeksi Nosokomial dapat terjadi karena kurangnya kebersihan institusi kesehatan atau kurang higienis, tenaga kesehatan yang melakukan prosedur medis tertentu kurang terampil. Penularan penyakit juga dapat terjadi karena tidak memadainya fasitftas institusi kesehatan seperti ketersediaan air bersih, jamban, pengelolaan sampah dan limbah .
Juga perilaku dari pasien, petugas kesehatan dan pengunjung seperti membuang sampah dan meludah sembarangan.
Dengan tidak diterapkannya Perilaku
Hidup Bersih dari Sehat (PHBS) di institusi
Kesehatan dapat membuat orang sakit
bertambah sakit dan yang sehat
menjadi sakit.

PHBS di Institusi Kesehatan
PHBS di Institusi Kesehatan adalah upaya untuk memberdayakan pasien, masyarakat pengunjung dan petugas agar tahu, mau dan mampu untuk mempraktikan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat dan berperan aktif dalam mewujudkan Institusi Kesehatan Sehat.
Tujuan PHBS di institusi Kesehatan
• Mengembangkan perilaku hidup bersih dan sehat di institusi kesehatan.
• Mencegah terjadinya penularan penyakit di insti¬tusi kesehatan.
• Menciptakan Institusi kesehatan yang sehat.

Sasaran PHBS di Institusi Kesehatan
• Pasien.
• Keluarga Pasien.
• Pengunjung.
• Petugas Kesehatan di institusi kesehatan.
• Karyawan di institusi kesehatan.

Manfaat PHBS di Institusi Kesehatan
Bagi Pasien/Keluarga Pasien/Pengunjung :
• Memperoleh pelayanan kesehatan di institusi
• kesehatan yang sehat.
• Terhindar dari penularan penyakit.
• Mempercepat proses penyembuhan penyakit dan
• peningkatan kesehatan pasien.

Bagi Institusi Kesehatan :
• Mencegah terjadinya penularan penyakit di institusi kesehatan.
• Meningkatkan citra institusi kesehatan yang baik sebagai tempat untuk memberikan pelayanan kesehatan dan pendidikan kesehatan bagi masyarakat.

Bagi Pemerintah Daerah :
• peningkatan persentase Institusi Kesehatan Sehat menunjukkan kinerja dan citra Pemerintah    Kabupaten/Kota yang baik.
• Kabupaten/Kota dapat dijadikan pusat pembelajaran bagi daerah lain dalam pembinaan PHBS di Institusi Kesehatan.

Indikator PHBS di Institusi Kesehatan
Semua PHBS diharapkan dilakukan di Institusi Kesehatan. Namun demikian, institusi kesehatan teiah masuk kategori Institusi Kesehatan Sehat, bila pasien, masyarakat pengunjungdan petugasdi institusi kesehatan ;
1. Menggunakan air bersih,
2. Menggunakan jamban.
3. Membuang sampan patla tempatnya,
4. Tidak merokok di institusi kesehatan.
5. Tidak meludah sembarangan.
6. Memberantas Jentik nyamuk.
Dukungan untuk PHBS di Institusi Kesehatan
PHBS di Institusi Kesehatan dapat terwu-jud apabila ada keinginan dan kemampuan dari para pengambil keputusan di lingkungan pemerintah daerah, institusi kesehatan dan lintas sektor terkait
Langkah-langkah Pembinaan PHBS di Institusi Kesehatan
1. Anatisis Situasi
Penentu kebijakan/pimpinan di institusi kesehatan melakukan pengkajian ulang tentang ada tidaknya kebijakan tentang PHBS di Institusi Kesehatan serta bagaimana sikap dan perilaku petugas kesehatan, pasien, keluarga pasien dan pengunjung terhadap kebijakan PHBS di Institusi Kesehatan. Kajian ini untuk memperoleh data sebagai dasar membuat kebijakan.
2. Pembentukan Keiompok Kerja Penyusunan Kebijakan PHBS di Institusi Kesehatan.
Pihak Pimpinan Institusi Kesehatan mengajak bicara/berdialog petugas dan karyawan di Institusi Kesehatan tentang :
• Maksud, tujuan dan manfaat penerapan PHBS di Institusi Kesehatan.
• Rencana kebijakan tentang penerapan PHBS di Institusi Kesehatan.
• Penerapan PHBS di Institusi Kesehatan, antisi-pasi kendala dan sekaligus alternatif solusi.
• Penetapan penanggung jawab PHBS di Institusi Kesehatan dan mekanisme pengawasannya.
• Cara sosialisasi yang efektif bagi petugas, kar¬yawan, pasien, keluarga pasien dan pengunjung.
• Kemudian Pimpinan Institusi Kesehatan mem-bentuk Keiompok Kerja Penyusunan Kebijakan PHBS di Institusi Kesehatan.
3. Pembuatan Kebijakan PHBS di Institusi Kesehatan
Kelompok Kerja membuat kebijakan yang jelas, tujuan dan cara melaksanakannya.
4. Penyiapan Infrastruktur
• Membuat surat keputusan tentang penanggung jawab dan pengawas PHBS di Institusi Kesehatan.
• Instrumen Pengawasan
• Materi sosialisasi penerapan PHBS di Institusi Kesehatan.
• Pembuatan dan penempatan pesan-pesan PHBS di tempat-tempat yang strategis di institusi kesehatan.
• Mekanisme dan saluran pesan PHBS di Institusi Kesehatan.
• Pelatihan bagi pengelola PHBS di Institusi Kesehatan.
5. Sosialisasi Penerapan PHBS di Institusi Kesehatan
• Sosialisasi penerapan PHBS di Institusi Kesehatan di lingkungan internal.
• Sosialisasi tugas dan.penanggung jawab PHBS di Institusi Kesehatan.
6. Penerapan PHBS
Di Institusi Kesehatan
• Penyampaian pesan PHBS di Institusi Kesehatan kepada pasien dan pengunjung seperti melalui penyuluhan, penyebarluasan informasi melalui media poster, stiker, papan pengumuman, kunjungan rumah dsb.
• Penyediaan sarana dan prasarana PHBS di Institusi Kesehatan seperti air bersih, jamban sehat, tempat sampah, tempat cuci tangan dsb.
• Pelaksanaan pengawasan PHBS di Institusi Kesehatan.
7. Pengawasan dan Penerapan sanksi
Pengawas PHBS di Institusi Kesehatan mencatat pelanggaran dan menerapkan sanksi sesuai dengan Peraturan Daerah setempat seperti larangan merokok di sarana kesehatan dan membuang sampah sembarangan.
8. Pemantauan dan Evaluasi
• Lakukan pemantauan dan evaluasi secara periodik tentang kebijakan yang dilaksanakan.
• Minta pendapat Pokja PHBS di Institusi Kesehatan dan lakukan kajian terhadap masalah yang ditemukan.
• Putuskan apakah perlu penyesuaian terhadap kebijakan.

RUANGAN VIP UPT PUSKESMAS BRONDONG





RUANGAN RAWAT INAP KELAS I UPT PUSKESMAS BRONDONG




RUANGAN RAWAT INAP KELAS III UPT PUSKESMAS BRONDONG



POSYANDU LANSIA

Pengertian Posyandu Lansia
1. Posyandu lansia adalah pos pelayanan terpadu untuk masyarakat usia lanjut di suatu wilayah tertentu yang sudah disepakati, yang digerakkan oleh masyarakat dimana mereka bisa mendapatkan pelayanan kesehatan

Posyandu lansia merupakan pengembangan dari kebijakan pemerintah melalui pelayanan kesehatan bagi lansia yang penyelenggaraannya melalui program Puskesmas dengan melibatkan peran serta para lansia, keluarga, tokoh masyarakat dan organisasi sosial dalam penyelenggaraannya.

2. Posyandu lansia / kelompok usia lanjut adalah merupakan suatu bentuk pelayanan kesehatan bersumber daya masyarakat atau /UKBM yang dibentuk oleh masyarakat berdasarkan inisiatif dan kebutuhan itu sendiri khususnya pada penduduk usia lanjut. Pengertian usia lanjut adalah mereka yang telah berusia 60tahun keatas.

Tujuan Posyandu Lansia
Tujuan pembentukan posyandu lansia secara garis besar antara lain :
a. Meningkatkan jangkauan pelayanan kesehatan lansia di masyarakat, sehingga terbentuk pelayanan kesehatan yang sesuai dengan kebutuhan lansia
b. Mendekatkan pelayanan dan meningkatkan peran serta masyarakat dan swasta dalam pelayanan kesehatan disamping meningkatkan komunikasi antara masyarakat usia lanjut.



Sasaran Posyandu Lansia
1. Sasaran langsung
Kelompok pra usia lanjut (45-59 tahun)
Kelompok usia lanjut (60 tahun keatas)
Kelompok usia lanjut dengan resiko tinggi (70 tahun ke atas)
2. Sasaran tidak langsung
Keluarga dimana usia lanjut berada
Organisasi sosial yang bergerak dalam pembinaan usia lanjut
Masyarakat luas
Mekanisme Pelayanan Posyandu Lansia
Berbeda dengan posyandu balita yang terdapat sistem 5 meja, pelayanan yang diselenggarakan dalam posyandu lansia tergantung pada mekanisme dan kebijakan pelayanan kesehatan di suatu wilayah kabupaten maupun kota penyelenggara. Ada yang menyelenggarakan posyandu lansia sistem 5 meja seperti posyandu balita, ada juga hanya menggunakan sistem pelayanan 3 meja, dengan kegiatan sebagai berikut :
- Meja I : pendaftaran lansia, pengukuran dan penimbangan berat badan dan atau tinggi badan
- Meja II : Melakukan pencatatan berat badan, tinggi badan, indeks massa tubuh (IMT). Pelayanan kesehatan seperti pengobatan sederhana dan rujukan kasus juga dilakukan di meja II ini.
- Meja III : melakukan kegiatan penyuluhan atau konseling, disini juga bisa dilakukan pelayanan pojok gizi.

Kendala Pelaksanaan Posyandu Lansia
Beberapa kendala yang dihadapi lansia dalam mengikuti kegiatan posyandu antara lain :
a. Pengetahuan lansia yang rendah tentang manfaat posyandu.
Pengetahuan lansia akan manfaat posyandu ini dapat diperoleh dari pengalaman pribadi dalam kehidupan sehari-harinya. Dengan menghadiri kegiatan posyandu, lansia akan mendapatkan penyuluhan tentang bagaimana cara hidup sehat dengan segala keterbatasan atau masalah kesehatan yang melekat pada mereka. Dengan pengalaman ini, pengetahuan lansia menjadi meningkat, yang menjadi dasar pembentukan sikap dan dapat mendorong minat atau motivasi mereka untuk selalu mengikuti kegiatan posyandu lansia
b. Jarak rumah dengan lokasi posyandu yang jauh atau sulit dijangkau
Jarak posyandu yang dekat akan membuat lansia mudah menjangkau posyandu tanpa harus mengalami kelelahan atau kecelakaan fisik karena penurunan daya tahan atau kekuatan fisik tubuh. Kemudahan dalam menjangkau lokasi posyandu ini berhubungan dengan faktor keamanan atau keselamatan bagi lansia. Jika lansia merasa aman atau merasa mudah untuk menjangkau lokasi posyandu tanpa harus menimbulkan kelelahan atau masalah yang lebih serius, maka hal ini dapat mendorong minat atau motivasi lansia untuk mengikuti kegiatan posyandu. Dengan demikian, keamanan ini merupakan faktor eksternal dari terbentuknya motivasi untuk menghadiri posyandu lansia.

c. Kurangnya dukungan keluarga untuk mengantar maupun mengingatkan lansia untuk datang ke posyandu.
Dukungan keluarga sangat berperan dalam mendorong minat atau kesediaan lansia untuk mengikuti kegiatan posyandu lansia. Keluarga bisa menjadi motivator kuat bagi lansia apabila selalu menyediakan diri untuk mendampingi atau mengantar lansia ke posyandu, mengingatkan lansia jika lupa jadwal posyandu, dan berusaha membantu mengatasi segala permasalahan bersama lansia.

c. Sikap yang kurang baik terhadap petugas posyandu.
Penilaian pribadi atau sikap yang baik terhadap petugas merupakan dasar atas kesiapan atau kesediaan lansia untuk mengikuti kegiatan posyandu. Dengan sikap yang baik tersebut, lansia cenderung untuk selalu hadir atau mengikuti kegiatan yang diadakan di posyandu lansia. Hal ini dapat dipahami karena sikap seseorang adalah suatu cermin kesiapan untuk bereaksi terhadap suatu obyek. Kesiapan merupakan kecenderungan potensial untuk bereaksi dengan cara-cara tertentu apabila individu dihadapkan pada stimulus yang menghendaki adanya suatu respons

Bentuk Pelayanan Posyandu Lansia
Pelayanan Kesehatan di Posyandu lanjut usia meliputi pemeriksaan Kesehatan fisik dan mental emosional yang dicatat dan dipantau dengan Kartu Menuju Sehat (KMS) untuk mengetahui lebih awal penyakit yang diderita (deteksi dini) atau ancaman masalah kesehatan yang dihadapi.

Jenis Pelayanan Kesehatan yang diberikan kepada usia lanjut di Posyandu Lansia seperti tercantum dalam situs Pemerintah Kota Jogjakarta adalah:
a. Pemeriksaan aktivitas kegiatan sehari-hari meliputi kegiatan dasar dalam kehidupan, seperti makan/minum, berjalan, mandi, berpakaian, naik turun tempat tidur, buang air besar/kecil dan sebagainya.
b. Pemeriksaan status mental. Pemeriksaan ini berhubungan dengan mental emosional dengan menggunakan pedoman metode 2 (dua ) menit.
c. Pemeriksaan status gizi melalui penimbangan berat badan dan pengukuran tinggi badan dan dicatat pada grafik indeks masa tubuh (IMT).
d. Pengukuran tekanan darah menggunakan tensimeter dan stetoskop serta penghitungan denyut nadi selama satu menit.
e. Pemeriksaan hemoglobin menggunakan talquist, sahli atau cuprisulfat
f. Pemeriksaan adanya gula dalam air seni sebagai deteksi awal adanya penyakit gula (diabetes mellitus)
g. Pemeriksaan adanya zat putih telur (protein) dalam air seni sebagai deteksi awal adanya penyakit ginjal.
h. Pelaksanaan rujukan ke Puskesmas bilamana ada keluhan dan atau ditemukan kelainan pada pemeriksaan butir 1 hingga 7. dan
i. Penyuluhan Kesehatan.
Kegiatan lain yang dapat dilakukan sesuai kebutuhan dan kondisi setempat seperti Pemberian Makanan Tambahan (PMT) dengan memperhatikan aspek kesehatan dan gizi lanjut usia dan kegiatan olah raga seperti senam lanjut usia, gerak jalan santai untuk meningkatkan kebugaran.
Untuk kelancaran pelaksanaan kegiatan di Posyandu Lansia, dibutuhkan, sarana dan prasarana penunjang, yaitu: tempat kegiatan (gedung, ruangan atau tempat terbuka), meja dan kursi, alat tulis, buku pencatatan kegiatan, timbangan dewasa, meteran pengukuran tinggi badan, stetoskop, tensi meter, peralatan laboratorium sederhana, thermometer, Kartu Menuju Sehat (KMS) lansia

PERMASALAHAN STATUS GIZI

PELAYANAN RAWAT INAP

RUANG RAWAT INAP

Petugas
Dokter :
1. dr. Hj. KHOIRIYAH
Perawat :
1. Umi Susilo Caturyanah Utami, S.Kep Ners
2. Suliyono. AMK
3. Ainun Syarofah, AMK
4. Sulistyowati, AMK
5. Khosyatin, AMK
6. Nurlela, AMK
7. Hanum, AMK
8. Erly Puspita, AMK
9. Isnawaroh, AMK
10. Imam Thohari, AMK
11. Hery , S.Kep.Ns
 Bidan :
1. Maftuha, Amd.Keb.

Hari dan Jam Pelayanan
- 24 Jam (Shift Pagi-Sore-Malam )
Informasi : ( 0322 ) 661975
Memberi Pelayanan /Pemeriksaan :
- Perawatan pasien Umum, BPJS, dan RIG
- Pelayanan Asuhan Keperawatan
- Ruang Rawat Inap Kelas III --> Lihat
- Ruang Rawat Inap Kelas I --> Lihat
- Ruang Rawat Inap VIP --> Lihat
- Rujukan
- Konsultasi

BKIA ( Balai Kesehatan Ibu dan Anak )


Agar program pemerintah dalam pembangunan kesehatan dapat tercapai dalam hal untuk menurunkan angka kematian ibu bersalin dan angka kematian bayi. , maka diperlukan persiapan semenjak menjadi calon ibu hingga persalinan dan anak mencapai usia balita (bawah lima tahun). Poli BKIA menyediakan layanan kesehatan untuk ibu dan anak yang tidak hanya untuk masyarakat Brondong, tapi juga untuk masyarakat umum di luar wilayah Brondong.

Jam Pelayanan :

Hari Senin - Kamis : 08.00 - 13.30 WIB
Hari Jumat : 08.00 - 11.00 WIB
Hari Sabtu : 08.00 - 13.30 WIB

Adapun pelayanan yang ada di Poli BKIA UPT Puskesmas Brondong antara lain :

  1. Untuk seorang calon ibu
    Imunisasi TT pranikah 2 kali

  2. Untuk seorang ibu hamil
    Pemeriksaan kehamilan secara teratur :
    • Umur kehamilan 1 - 3 bulan : sedikitnya 1 x
    • Umur kehamilan 3 - 6 bulan : sedikitnya 1 x
    • Umur kehamilan 7 - 9 bulan : sedikitnya 2 x





  1. C. Untuk bayi dan anak
    Agar bayi dapat tumbuh dan berkembang sehat, selain pemberian ASI dan makanan yang bergizi juga perlu diberikan imunisasi untuk meningkatkan kekebalan tubuh. Berikut layanan imunisasi yang ada di Poli BKIA :


    Bayi Umur Jenis Imunisasi Keterangan
    0 bulan BCG Untuk mencegah penyakit TBC paru
    2 bulan DPT 1, POLIO 1 Untuk mencegah penyakit Diphteri, Pertussi, Tetanus dan penyakit Polio
    3 bulan DPT 2, POLIO 2 Untuk mencegah penyakit Diphteri, Pertusis, Tetanus dan penyakit Polio
    4 bulan DPT 3, POLIO 3 Untuk mencegah penyakit Diphteri, Pertussi, Tetanus dan penyakit Polio
    5 bulan POLIO 4 Untuk mencegah penyakit Polio
    9 bulan CAMPAK Untuk mencegah penyakit Campak

  2. Layanan KB / Keluarga Berencana
    Jenis Layanan KB Keterangan
    Kondom Sarung karet tipis penutup penis yang menampung cairan sperma pada saat pria berejakulasi.
    Pil KB Hormon yang mengandung esterogen dan progesteron atau progesteron saja yang diminum setiap hari selama 21 atau 28 hari.
    Suntik Hormon progesteron yang disuntikkan ke pantat, otot panggul atau lengan atas setiap 3 bulan atau 1 bulan.
    Susuk KB/Implant 1 atau 6 kapsul (seperti korek api) yang dimasukkan ke bawah kulit lengan atas secara perlahan melepaskan hormon progesteron selama 3 atau 5 tahun.
    IUD Alat kontrasepsi yang dimasukkan ke dalam rahim yang bentuknya bermacam-macam, terbuat dari plastic, plastic yang dililit tembaga atau tembaga bercampur perak yang dapat berisi hormone. Waktu penggunaannya bisa mencapai 10 tahun.

Poli BKIA juga melayani asuhan kebidanan untuk wanita yang mengalami gangguan reproduksi , masalah seputar kesehatan reproduksi remaja serta posyandu.

POLI PARU


POLI PARU



                         
Petugas
Dokter :-

Perawat :
1.Yulianto, S.Kep.
Hari dan Jam Pelayanan
- Senin - Kamis Jam 08.00 – 13.30 WIB
- Jum'at Jam 08.00 - 11.00 WIB
- Sabtu Jam 08.00 – 13.00 WIB
Informasi : ( 0322 ) 661975
Memberi Pelayanan /Pemeriksaan :
- Pemeriksaan Umum
- Pelayanan Asuhan Keperawatan
- Pemeriksaan Radiologi
- Konsultasi

Dengan adanya poli paru di puskesmas brondong, masyarakat dapat terbantu dalam hal pemeriksaan radiologi, sebab sebelum ini pemeriksaan radiologi selalu dikirim ke PKM Paciran atau ke wilayah Tuban, jadi sangat merepotkan pasien yang berobat dengan keluhan penyakit paru atau penyakit lain yang memerlukan pemeriksaan radiologi.

       Semenjak adanya ruagan poli paru ini, kegiatan-kegiatan lain dapat lebih leluasa dikerjakan, selain tempatnya terpisah untuk menghindari penularan penyakit dan sebagainya, pasien yang ingin berobat jauh lebih mudah menemukan ruangan poli paru ini.

       Selain hal tersebut, apabila ada kecelakaan atau kasus-kasus patah tulang dapat segera diketahui diagnosa dan diambil sebuah keputusan penanganan sesegera mungkin.

POLI GIGI

POLI GIGI

Dokter :
1. Drg. Indah Mardiyah Hayati
Perawat :
1. Nurrila Maslahah, Amd.PG.
Hari dan Jam Pelayanan
- Senin - Kamis Jam 08.00 – 13.30 WIB
- Jumat Jam 08.00 - 11.00
- Sabtu Jam 08.00 - 13.00
Informasi : ( 0322 ) 661975
Memberi Pelayanan /Pemeriksaan :
- Pemeriksaan gigi & mulut anak anak
- Pemeriksaan gigi & mulut dewasa
- Pengobatan gigi & mulut anak
- Pengobatan gigi & mulut dewasa
- Penambalan gigi anak
- Penambalan gigi dewasa
- Pencabutan gigi anak anak
- Pencabutan gigi dewasa
- Scaling

BALAI PENGOBATAN

POLI UMUM



Petugas
Dokter :
1. dr. Hj. Panjumi Khorida
Perawat :
1. Rohmad Hidayat, S.Kep Ners
2. Arifin, S.Kep Ns
3. Yulianto, S.Kep.Ns
4. Tri Mariyono H.U, S.Kep,Ns
Hari dan Jam Pelayanan
- Senin - Kamis Jam 08.00 – 13.30 WIB
- Jum'at Jam 08.00 - 11.00 WIB
- Sabtu Jam 08.00 – 13.00 WIB
Informasi : ( 0322 ) 661975
Memberi Pelayanan /Pemeriksaan :
- Pemeriksaan Umum
- Pelayanan Asuhan Keperawatan
- KIR Caten
- KIR Kesehatan
- Rujukan
- Konsultasi

"CANTING INTAN " Cegah Stunting dengan Inovasi Kesehatan ,Menuju Generasi Sehat Indonesia Unggul

Indonesia masih menghadapi permasalahan gizi yang berdampak serius terhadap kualitas SDM. Salah satu masalah Gizi yang menjadi perhatian ut...